Puteri Luh Candrasasi
Saturday
, Posted by CendekiaCenter at 3:43 PM
Puteri Luh Candrasasi
Pada suatu waktu ada seorang raja yang bernama Prabu Maha Sila. Ia merasa bingung karena putrinya dilamar dari berbagai negeri. Mereka terdiri dari Raja, Pangeran, Putra Mahkota, Adipati, bahkan orang-orang sakti berdatangan ingin melamar Puteri Luh Candrasasi yang terkenal kecantikannnya.
Untuk menentukan calon menantunya, Prabu Maha Sila sangat berhati-hati. Hal ini mengingat bila pilihannya tidak tepat, pasti bagi yang tidak terpilih akan membuat kekacauan. Bahkan mungkin bisa terjadi perang dan pertumpahan darah . "Anakku, hal itu jangan sampai terjadi," kata Prabu Maha Sila kepada Puteri Luh Candrasasi.

Puteri Luh Candrasasi segera menyampaikan syarat itu kepada para pelamar. "Sangat bijaksana!" seru para pelamar serentak. Maka, mereka segera berlomba-lomba mencari mata dan sisik naga putih. Mereka menyebar ke berbagai pelosok negeri bahkan ada yang sampai ke negeri seberang. Hutan belantara mereka masuki. Gunung, lembah atau ngarai mereka lalui. Jurang dan gua yang sangat angkerpun mereka masuki. Tetapi, tidak satu pun berhasil. Bahkan ada beberapa pelamar tersesat tidak bisa kembali ke rumahnya.
Sementara itu, di luar bata wilayah kerajaan Prabu Maha Sila, ada seorang pemuda sederhana dari rakyat biasa. Ia bernama Manik Angkeran. Ia telah mendengar bahwa di istana kerajaan, puteri raja mengadakan sayembara: "Barang siapa yang berhasil mendapatkan mata dan sisik naga putih akan diterima sebagai suaminya." Manik Angkeran pun pernah bermimpi bertemu dengan Puteri Luh Candrasasi.
Dalam mimpinya itu Manik Angkeran jatuh cinta dengan Luh Candrasasi, begitu pula sebaliknya. Melihat kenyataan itu, Manik Angkeran segera menghadap gurunya di gua Naga Putih. Manik Angkeran minta tolong kepada gurunya untuk mencarikan mata dan sisik naga putih. "Muridku, apakah kau bersedia berkorban apapun demi kekasih pujaanmu itu?" tanya guru Manik Angkeran yang berjubah putih. Manik Angkeran menyanggupi betapa jiwa dan ragapun yang menjadi korban.
"Bagus. Akupun berani berkorban demi orang lain yang membutuhkan pertolongan," ucap guru Manik Angkeran itu. "Nah, sekarang lihatlah diriku yang sebenarnya," ucap guru Manik Angkeran, yang saati itu secara perlahan-lahan berubah menjadi seekor naga putih. Betapa terkejut Manik Angkeran melihat kejadian itu. "Inilah wujud asliku yang sebenarnya. Seekor Naga Putih. Berkat kekhusukan tapaku, aku diperkenankan oleh Sang Dewata, bisa berubah menjadi manusia. Dan aku harus rela memberi darma kepada siapapun tanpa pandang bulu. Apalagi, dengan kau sebagai murid yang sangat kussayangi," kata guru Manik Angkeran yang sudah berubah wujud menjadi seekor Naga Putih.
Naga Putih segera mengorek sendiri kedua buah matanya dan menggetarkan tubuhnya, sehingga ada sepuluh buah sisik yang berjatuhan. "Nah, sekarang terimalah kedua mataku dan sepuluh buah sisik tubuhku. Dan segera berikanlah kepada kekasihmu Luh Candrasasi," kata Naga Putih. "Dan ingat pesanku dengan baik, jika kelak kau mempunyai anak laki-laki hendaknya kau beri nama Naga Rangsang. Sedangkan, jika anak perempuan terserah nama yang akan kau berikan. Dan sekarang sudah saatnya, aku menghadap Sang Hyang Maha Agung." Setelah berkata demikian, hilanglah Naga Putih dari pandangan Manik Angkeran.
Dengan hati sedih Manik Angkeran segera mengambil dua buah mata dan sepuluh buah


Mendengar permintaan sukma Luh Candrasasi itu, Sang Dewata segera mengabulkannya. Sebenarnya Sang Dewata hanya menguji kesetiaan puteri Luh Candrasasi terhadap Manik Angkeran yang berasal dari rakyat biasa. Sang Dewata segera mengusap dahi kedua sukma itu. Suatu keajaiban terjadi. Raga Manik Angkeran dan Luh Candrasasi perlahan-lahan bergerak dan bangkit. Mereka hidup kembali. Sepasang suami istri itu hidup bahagia sampai hari tuanya.
Moral : Cinta dan kesetiaan yang kokoh tidak dapat diceraikan oleh siapa pun. Hal ini ditunjukkan oleh Puteri Luh Candrasasi yang ingin sehidup semati bersama dengan Manik Angkeran yang berasal dari rakyat biasa. Sumber : Cerita Asli Indonesia Elexmedia
Currently have 0 komentar: