.
Latest News

Menuju Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan

Thursday , Posted by CendekiaCenter at 12:10 AM

Towards Education for All and All for Education
By: Sudirman Siahaan

Education is one effort to improve the quality of human resources (HR). The 1945 Constitution guarantees every citizen the right to get a teaching Indonesia. Formulation that this confidence seems to be the founder of the Republic of Indonesia (NKRI) (the founding fathers) that pendidikanlah through the Indonesian people will be able to become the nation's brightest. Believed that the nation will produce intelligent nation that is capable to compete with the other nations.

Indonesia is one of the countries that signed the declaration of "Education for All". In connection with this declaration and also at the same time as the form seriousness mensukseskannya Indonesia, then Indonesia has a 6 Year Compulsory Education in 1984 and 10 the next, namely in 1994, Indonesia a Wajib Belajar 9 Tahun. Through the Compulsory Education Year 6 children are expected to Primary School age (7-12 years) can enjoy the service of education Elementary School (SD). That is, children of primary school age can complete the primary school. Similarly pencanangan through 9 Year Compulsory Education is expected of children junior high age (13-15 years) can be completed junior high school education.

Various programs directed to support successful implementation of the Compulsory Education Year 6 and Year 9 have been implemented in a planned and gradual. In connection with this case, one thing that becomes a concern in many countries is about the children and the other one because it had could not complete primary school education so that they become citizens illiterate. Similarly with the children who can not be forced to complete junior high school education, they will tend to enter into abusive labor groups.

Marrow from the "Education for All and All for Education" is to seek that every citizen can fulfill their rights, that is at least to get a basic education services (Wajib Belajar 9 years). To be able to achieve "Education for All and All for Education", all components of the nation, good government, the private sector, institutions, social institutions, and citizens individually, collectively or individually, is committed to actively participate in menyukseskan " Education for All and All for Education "in accordance with the potential and capacity of each.

As the smallest unit of social organization, the parents of each family are temperamental and for at least membelajarkan and guide their children, whether through formal schooling, the institution of non-formal education, and through informal education institutions. Sending children to learn through the school education is clearly seen from the garden right (TK) through higher education.

Because if one thing and another, a child is not possible to follow the education of schooling, the parents can send their children to follow the activities of the non-formal education, such as Package A equivalent to primary school, Package B equivalent to junior high school, and Package C is equivalent SMA. If a child is also not possible to follow through formal education and non-formal, then there is an alternative education model that can be adopted, which is "in the School House" (Home Schooling). In this regard, parents can identify the institutions or social units to members of the public education initiative that menyelengggarakan "School in the House" and then send their children to attend the educational institution or unit in education. Alternatively, parents with their own educational background and knowledge that are owned, and membelajarkan can guide their children so that ultimately the children can follow the test equation (Upers), both in the education of elementary, junior high or high school.

In the institutions of both the fully bernafaskan education or not, should have the same commitment to the membelajarkan children of parents who work at each institution. Form of commitment from the institution should not be in the form of education but can only in the form of scholarships. For institutions or industrial companies, form of commitment can be in the form of scholarships, or work as a foster parent at least for children whose parents work in the industry or company.

When all components of the nation moving in unison like an orchestra, each component of the nation to provide the best of the pencerdasan for the life of the nation, so will not doubt that the orchestra will produce / provide the best songs (the best). Analoginya in the field of education, that the movement through the community, both collectively and individually apply the "Education for All and All for Education", then penuntasan compulsory education 6 years and 9 years old can be achieved more quickly.

Along with the plan of budget allocation for education sector in the Budget year 2009 of 20%, certainly more can be expected to accelerate penuntasan Wajib Belajar 6 and Year 9 and opens the possibility to prepare pencanangan Wajib Belajar 12 Tahun. With the movement of education as supported by the community and the progress of information and communication technology and commitment to achieve "Education for All and All for Education", then in the next few years are expected to impact the results or benefits in the form of kompetetif akan perceived nationally and also in diapresiasi regional / international.

Indonesian
Menuju Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan

Oleh: Sudirman Siahaan

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Undang Undang Dasar 1945 menjamin hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkan pengajaran. Perumusan yang demikian ini tampaknya menjadi keyakinan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (the founding fathers) bahwa melalui pendidikanlah bangsa Indonesia akan dapat menjadi bangsa yang cerdas. Bangsa yang cerdas diyakini akan menghasilkan bangsa yang mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangani deklarasi “Education for All”. Berkaitan dengan deklarasi ini dan sekaligus juga sebagai wujud keseriusan Indonesia mensukseskannya, maka Indonesia telah mencanangkan Wajib Belajar 6 Tahun pada tahun 1984 dan 10 berikutnya, yaitu pada tahun 1994, Indonesia mencanangkan Wajib Belajar 9 Tahun. Melalui Wajib Belajar 6 Tahun diharapkan anak-anak usia Sekolah Dasar (7-12 tahun) dapat menikmati layanan pendidikan Sekolah Dasar (SD). Artinya, anak-anak usia SD dapat menyelesaikan pendidikan SD. Demikian juga halnya melalui pencanangan Wajib Belajar 9 Tahun diharapkan anak-anak usia SMP (13-15 tahun) dapat menyelesaikan pendidikan SMP.

Berbagai program yang diarahkan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan Wajib Belajar 6 Tahun dan 9 Tahun telah dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Berkaitan dengan hal ini, satu hal yang menjadi keprihatinan di berbagai negara adalah mengenai anak-anak yang karena satu dan lain hal terpaksa tidak dapat menyelesaikan pendidikan SD sehingga mereka ini menjadi warga negara yang buta aksara. Demikian juga dengan anak-anak yang terpaksa tidak dapat menyelesaikan pendidikan SMP, maka mereka akan cenderung masuk ke dalam kelompok tenaga kerja kasar.

Hakekat dari “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan” adalah mengupayakan agar setiap warga negara dapat memenuhi haknya, yaitu setidak-tidaknya untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar (Wajib Belajar 9 Tahun). Untuk dapat mewujudkan “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan”, semua komponen bangsa, baik pemerintah, swasta, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, maupun warga negara secara individual, secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, berkomitmen untuk berpartisipasi aktif dalam menyukseskan “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan” sesuai dengan potensi dan kapasitas masing-masing.

Sebagai unit organisasi sosial terkecil, orang tua dari setiap keluarga tergugah dan terpanggil untuk setidak-tidaknya membimbing dan membelajarkan anak-anaknya, baik melalui pendidikan formal persekolahan, lembaga pendidikan non-formal, maupun melalui lembaga pendidikan informal. Mengirimkan anak untuk belajar melalui lembaga pendidikan sekolah sudah jelas yaitu mulai dari taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan pendidikan tinggi.

Apabila karena satu dan lain hal, seorang anak tidak memungkinkan untuk mengikuti pendidikan persekolahan, maka orang tua dapat mengirimkan anaknya untuk mengikuti kegiatan pembelajaran pada pendidikan non-formal, seperti Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA. Seandainya seorang anak tidak memungkinkan juga mengikuti pendidikan melalui pendidikan formal dan non-formal, maka masih ada model pendidikan alternatif yang dapat ditempuh, yaitu “Sekolah di Rumah” (Home Schooling). Dalam kaitan ini, orang tua dapat mengidentifikasi lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan atau unit-unit pendidikan prakarsa anggota masyarakat yang menyelengggarakan “Sekolah di Rumah” dan kemudian mengirimkan anaknya untuk mengikuti pendidikan di lembaga atau unit pendidikan tersebut. Atau, orang tua sendiri dengan latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki, dapat membimbing dan membelajarkan anak-anaknya sehingga pada akhirnya sang anak dapat mengikuti ujian persamaan (Upers), baik pada satuan pendidikan SD, SMP atau SMA.

Pada satuan lembaga, baik yang sepenuhnya bernafaskan pendidikan maupun yang tidak, hendaknya memiliki komitmen yang sama yaitu untuk membelajarkan anak-anak dari orang tua yang bekerja pada masing-masing lembaga. Bentuk komitmen dari lembaga tidak harus dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan tetapi dapat saja dalam bentuk beasiswa. Bagi lembaga industri atau perusahaan, bentuk komitmennya dapat saja dalam bentuk pemberian beasiswa atau berfungsi sebagai orang tua asuh setidak-tidaknya bagi anak-anak yang orang tuanya bekerja di industri atau perusahaan.

Apabila semua komponen bangsa bergerak serempak bagaikan sebuah orkestra, masing-masing komponen bangsa memberikan yang terbaik yang ada padanya demi pencerdasan kehidupan bangsa, maka tidak akan diragukan lagi bahwa orkestra akan menghasilkan/ memberikan lagu yang terbaik (the best). Analoginya di bidang pendidikan, bahwa melalui gerakan masyarakat, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri menerapkan “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan”, maka penuntasan wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun akan dapat lebih cepat tercapai.

Seiring dengan rencana alokasi anggaran untuk sektor pendidikan pada APBN Tahun 2009 sebesar 20%, tentunya diharapkan akan dapat lebih mempercepat penuntasan Wajib Belajar 6 dan 9 Tahun serta terbuka kemungkinan untuk mempersiapkan pencanangan Wajib Belajar 12 Tahun. Dengan menjadikan pendidikan sebagai gerakan masyarakat dan ditunjang oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta komitmen untuk mewujudkan “Pendidikan untuk Semua dan Semua untuk Pendidikan”, maka dalam beberapa tahun ke depan diharapkan hasil atau dampaknya dalam bentuk keunggulan kompetetif akan dirasakan secara nasional dan juga diapresiasi secara regional/internasional.

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Post a Comment

CENDEKIA